Kamu, termasuk Strawberry Generation?
Perkembangan zaman yang begitu pesat, memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas pekerjaanya. Tren generasi millenial di era digitalisasi yang akrab dengan teknologi mengubah semua aktivitas kehidupan yang semakin modern.
Bayangkan, untuk sekedar shopping saja, tak perlu lagi pergi kepasar. Hanya gadget dalam genggaman dapat dibeli dengan hanya beberapa kali klik saja. Selain itu, bukan hanya ojek yang bertransformasi digital, tetapi juga dalam versi makanan yang serba cepat, instan dan mudah didapat. Yapp, siapa yang belum pernah menjadi Grabfood ataupun Gojek. Hampir semua kalangan millenial telah mencobanya.
So, apa dampaknya jika semua serba cepat, instan, anti ribet di generasi millenial sekarang?
Btw, berbicara dengan generasi millenial sekarang booming dengan istilah Strawberry Generation!
Istilah Generasi Strawberry pertama kali muncul di Taiwan yang diperuntukkan untuk kalangan generasi 1982-1991 yang enggan bekerja ataupun melakukan pekerjaan/aktivitas yang berat.
Hmmm....mengapa tidak memakai istilah buah yang lain, mangga atau jeruk ataupun kesemek misalnya?
Dinamakan generasi Strawberry dikarenakan bentuk dari buah itu sendiri yang terlihat elok, ranum mudah dipetik namun setelah dibiarkan atau ditekan lama strukturnya akan melembek.
Hal itulah yang terjadi digenerasi sekarang, mempunyai ekspektasi yang tinggi, percaya diri yang begitu luarbiasa tetapi ketika diberi tekanan langsung stress dan mudah menyerah.
Pernah dengan istilah healing?
Ya, anak muda zaman sekarang kerja berat sehari saja, healing-nya seminggu, dengan alasan menjaga mental health. Kebanyakan mager-nya daripada produktivitasnya. Kebanyakan insecure daripada bersyukurnya. Kamu termasuk?
Hmm.....memangnya ngga boleh kebanyakan healing?
Eitss, wait.. wait.. healing memang diperlukan banget untuk menjaga kesehatan mental kita. But, jika berlebihan tak baik juga bukan?
Karena hal tersebut akan semakin melemahkan diri, bukan secara fisik tetapi trigger untuk membangkitkan semangat dalam melakukan berbagai aktivitasnya. Termasuk ketika sudah memasuki dunia kerja.
Hanya karena lingkungan yang toxic, atasan yang tidak memotivasi. Baru beberapa hari kerja, resign. it's not an excuse.
Namanya juga kerja, pasti ada enak dan ngga enak-nya kan? Belum dijalani, sudah menyerah sebelum mencapai finish. Semoga, kita semua ngga termasuk ya!
Healing juga ngga melulu harus keluar rumah, menjelajah. Segala hal yang membuat senang, selagi itu positif dan memotivasi, bukankan healing juga namanya? Walaupun, hanya sekedar menonton film kesukaan, makan es cream yang diinginkan...
Aku sedikit berbagi kisah, tentang seorang mahasiswa baru yang depresi karena kuliah kebanyakan tugas dan ujian. Dia merasa hal tersebut sangatlah toxic dan harus segera dari zona tersebut. Bahkan, menyalahkan kedua orangtuanya karena gegara orangtuanya menyuruh kuliah dia menjadi stress. What is this?
Diluaran sana bahkan, ada yang ingin diposisi kita. Bukankah bersyukur lebih baik daripada mengeluh dengan alasan toxic?
Coba deh, ingat perjuangan para pahlawan kita dulu. Hanya berbekal bambu runcing mampu memerdekakan Indonesia. Bayangkan, jika para pahlawan dulu kebanyakan magernya. Dikit-dikit healing.
Eits, zaman dahulu kan berbeda dengan zaman sekarang?
Yapp, bener banget memang berbeda. Tetapi, seharusnya perbedaan tersebut mengarah ke yang lebih baik. Jangan menodai perjuangan para pahlawan!
Mari sama-sama refleksi diri, buat mereka bangga akan penerusnya..
Lihat, semut dimakan trenggling,
Jangan sampai keblabasan healing,
Komentar
Posting Komentar